Kota Bima,- Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bima kian disorot kinerjanya oleh dan para Saksi
dari Paslon Amanah. Pasalnya, di tengah hingar-bingar dan berseliwaran
berbagai indikasi pelanggaran dan dugaan kejahatan selama proses Pilkada Kota
Bima sejauh ini. Dikonfirmasi di kantornya, salah seorang Anggota Bawaslu Kota
Bima, Khairul Amar mengaku hanya satu yang menjadi temuan Bawaslu sejauh ini.
“Temuan Bawaslu yaitu kasus penghadangan yang di Tanjung. Namun, pada
tingkat pembahasan di Gakumdu. Dari salah satu pihak di mana ada jajaran Polri,
Kejaksaan dan pihak Bawaslu. Ada unsur yang masih kurang. Sehingga temuan itu
tak dapat dinaikkan,” jelas Amar, di ruang lobby kantor Bawaslu Kota Bima,
Senin, 9 Desember 2024.
Ia menjelaskan, jajaran Bawaslu Kota Bima (Kobi) selalu menjalankan
tugas sesuai dengan mekanisme dan prosedur tugas yang ada. Setiap temuan dan
laporan yang disampaikan oleh masyarakat, selalu dilakukan
penelusuran. Dan semua tata cara kerja di Bawaslu tentu sudah ada
aturan yang mengikatnya. Uran Aturannya adalah UU Nomor 10 Tahun 2016
dan turunannya di Peraturan Bawaslu Nomor 9 tahun 2004.
Ditanya soal temuan yang diungkapkan saat Rapat Pleno Terbuka di KPU
yang memutuskan tentang Penetapan Pasangan Calon dengan perolehan suara
terbanyak saat itu. Tak ada jawaban yang konkrit. Amar selalu saja menampik pertanyaan
bahwa pihaknya bekerja di atas ketentuan yang sudah ada.
Diketahui, saat Rapat Pleno Terbuka tertanggal 3 Desember
2024 lalu. Tak ada satu temuan yang disampaikan oleh 3 Komisioner Bawaslu Kota
Bima. Dan acara yang ditolak hasilnya oleh Paslon 02 itu hanya berjalan
setengah hari dalam merekap suara dari 5 Kecamatan yang tersebar di Kota Bima
yang menetapkan suara Paslon 01 ungguk dengan selisih di bawah 3.000 suara
dengan Paslon 02.
Kembali saat audensi dengan Anggota Komisioner Khairul Amar. Saksi
Paslon 02 di Pleno Tingkat Kota, Agus Salim menyoroti kembali soal pengawasan
jajaran Bawaslu dengan adanya temuan dua kotak suara di Kelurahan Melayu. Dalam
aturan, arus balik logistik pemilu tidak boleh mampir di PPS atau kantor
kelurahan. Semestinya, kata Agus, hal ini mesti menjadi temuan pihak Bawaslu.
Demikian pula Kotak Suara yang sempat dibawa ke rumah warga di TPS 2 Panggi
dengan alasan karena hujan lebat.
“Banyak peristiwa yang harusnya menjadi temuan oleh jajaran Bawaslu.
Lebih-lebih kejadian-kejadian khusus dalam proses perhitungan di tingkat KPPS
dan PPK. Taka ada yang dipublikasikan atau tak ada yang ditemukan?,”
tanya Agus yang hanya bias dibalas canda oleh Amar.
Sementara itu, Saksi Paslon Amanah lainndya, Agus Mawardy mengaku kecewa
berat dengan kinerja pengawasan selama tahapan Pilkada di Kota Bima ini
berlangsung. Kata dia, belum lama ini, dirinya mengadukan 4 laporan dugaan
pelanggaran Pilkada lengkap dengan bukti-buktinya.
“Namun semua laporan itu tidak diregistrasi karena tidak memenuhi syarat
formil karena penyampaian laporan telah melebihi ketentuan, paling lama 7
(tujuh) hari sejak ditemukannya dugaan pelanggaran yang ada,” sebut Mawardy
yang mengutip surat balasan dari Bawaslu.
Ia menjelaskan, sebenarnya dirinya mengerti bahwa semua laporan yang
dimasukkan seperti salah satu kasus kematian pelajar di acara Kampanye Paslon
01 itu akan dibalas dengan sederet aturan yang menolaknya. Karena, sesaat
kejadian kasus pembunuhan itu, pihaknya mempertanyakan langsung ke Ketua
Bawaslu bagaimana sikap Bawaslu Kota Bima setelah mengadukan peristiwa itu ke
Bawaslu RI.
“Dijawab oleh Ketua Bawaslu Kota Bima sedang dalam penelusuran. Dan bak
hilang ditelan bumi, kasus yang semestinya bisa mendiskualifkasi
Paslon. Bagai tak dianggap, atau karena sudah ada yang ‘masuk
angin’,” sorot pewarta di Bima itu.
Bukan hanya itu, sambung dia, banyak kekecewaan lainnya seperti kasus
ASN yang memberikan dukungan ke Paslon 01 yang disampaikan secara terbuka lengkap
dengan videonya. Lagi-lagi, perlakuan Bawaslu menunjukkan keputusan yang ambigu
saat merekomendasikannya secara administrasi saja.
“Dulu penjelelasan Komisioner Amar, jika dia pejabat maka akan
diupayakan naik tingkat Gakumdu. ASN yang merupakan warga Kelurahan Serae itu
diberi tahu awal bahwa jabatannya adalah seorang Kasi. Namun, kantornya bukan
di Pemkot Bima. Dan setelah dikonfirmasi, lagi-lagi hanya administrasi.
Demikian pula janjinya Seklu Lelamase yang akan diupayakan naik Gakumdu.
Hasilnya nihil entah permainan apa yang terjadi,” beber Mawardy.
“Ada juga satu-satunya temuan Bawaslu. Hanya peristiwa penghadangan di
Tanjung, Padahal itu juga jadi laporan kita. Dan statusnya pun diberhentikan
atau SP3. Bisa disimpulkan, Bawaslu Kota Bima nihil tak punya temuan dan satu
penjahat pun yang bisa ditemukan oleh Bawaslu Kota Bima di tengah maraknya cara
jahat dan segala macam cara oleh Calon dalam meraih kekuasaan di daerah, Dan
misinya, mengelola anggaran miliaran rupiah, kantor Bawaslu Kota Bima sama saja
tidak ada manfaatnya. Sungguh mengecewakan sekali, bukannya jadi pengawal
demokrasi malah jadi beban, di tengah kinerja yang buruk dan mengecewakan,”
sambungnya..
Diakuinya, kendati kualitas pendidikan yang mentereng, Dan ada
keterwakilan jurnalis di tubuh Bawaslu. Pada kenyataannya tidak ada yang bisa
dibanggakan dengan kinerja para komisioner Bawaslu dalam mengawasi dan mengawal
proses demokrasi yang semakin hari semakin tinggi biaya suara yang harus dbeli
politisi.
“Bukan hal yang tabu 1 suara harganya dulu Rp300 ribu. Pileg lalu Rp500
ribu bahkan ada sampai Rp750 ribu untuk satu suara. Di Pilkada uang bertebaran
mulai dari Rp150 hingga Rp250 ribu. Bukan hal yang sulit untuk menemukan ini,
Tapi jika penyelenggara sudah masuk angin, tak ada harapan di momen pemilihan
ini untuk bisa merubah tatanan demokrasi di Kota Bima untuk ke depannya. Masih
saha, cara transaksional menajdi satu=satunya opsi pilihan bagi masyarakat
untuk bisa menentukan pemimpin-pemimpinnya di masa depan,” tandasnya. (RED)