Kota Bima,- Waktu pencoblosan sudah berjalan lebih dari sepekan. Namun, kemelut dan pelaksaan Pilkada yang digelar secara serentak di Kota Bima masih menyisahkan permasalahan yang massif dan terstruktur. Terutama dalam Data Pemilih Khusus (Tambahan), warga Kota Bima yang memiliki E KTP dan sudah berdomisi di Kota Bima dengan memgetahui data NIK setelah dicek secara online atau ada Surat Keterangan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kota Bima.
Jika dalam banyak temuan pemilih tambahan yang hanya
membawa fisik E-KTP dan diperbolehkan mencoblos oleh KPPS kendati NIKnya masih
berdomisis di wilayah luar Kota Bima. Seperti penemuan di TPS 3 Rabangodu
Utara, TPS 3 Penatoi dan seorang pemilih tambahan di Kelurahan Dara sebagaimana
yang diberitakan sebelumnya.
Peristiwa
berbeda malah dialami Hendika Nurdiansyah (31) saat dirinya ingin mencoblos
dengan membawa e-KTP dan Kartu Keluarganya sebagai pemilih tambahan di TPS 5
Kelurahan Kumbe.
Kata dia, saat hendak mencoblos ke TPS. Oleh petugas KPPS
tak diterima karena petugas KPPS melakukan pengecekan NIK secara online, walau
alamat di E-KTP tertera di RT 10 RW 03 Kelurahan Kumbe. Ternyata dalam data NIK
miliknya beralamatkan di Jakarta.
"Saya tidak boleh mencoblos oleh petugas KPPS karena
NIK saya tidak setelah dicek petugas, tidak terdaftar di alamat sebagai warga
Kota Bima maupun di dalam DPT," ungkapnya, beberapa hari setelah
pencoblosan lalu.
Ia pun sempat mempertanyakan hal ini ke Dinas Dukcapil Kota
Bima. Dan dari keterangan petugas di Dukcapil, diakui bahwa datanya sudah
ditarik ke alamat di Jakarta sejak tahun 2022.
"Setelah dipertanyakan ke Dinas Dukcapil. Memang
datanya sudah ditarik domisilinya ke Jakarta sejak tahun 2022. Padahal,
sebelumnya saat Pemilu Maupun Pilpres lalu, saya memeberikan hak pilih saya di
Kota Bima," terangnya.
Dia mengaku, dari keterangan tambahan petugas Dinas
Dukcapil. Dirinya baru bisa memberikan hak pilih setelah tinggal selama 3
bulan.
"Saya pun merasa ada yang berbeda pelayanan terhadap
pemilih saat Pemilu dan Pilkada saat ini. Kalau Pemilu dan Pilpres bisa
mencoblos dengan KTP. Kenapa jadi tidak bisa memilih di hari pencoblosan
Pilkada serentak lalu. Apa karena saya pendukung Paslon Kosong Dua. Karena
rumor dan isunya. Petugas KPPS rata-rata diduga pendukung Paslon Kosong
Satu," ujarnya sembari mengaku heran saat ingin mencoblos lalu.
Seorang Aktifis di Kota Bima, Imam Plur mengungkapkan,
tindakan tegas yang dilakukan petugas KPPS di TPS 5 Kumbe sangat terbalik
dengan beberapa informasi soal pemilih tambahan lain yang ada di Kelurahan
lainnya.
"Kalau di Kelurahan Rabangodu Utara, yang penting ada
e-KTP Kota Bima walau alamat domisi NIK di luar daerah masih bisa memberikan
hak pilihnya. Demikian pula dengan temuan media di TPS 4 Penatoi pun sama.
Kenapa pendukung Amanah Paslon 02 yang menunjukkan KTP saat ingin memilih di
TPS 5 Kumbe dilarang petugas," sorotnya.
Ia pun mempertanyakan aturan soal Data Pemilih Tambahan ini
baik kepada KPU maupun Dinas Dukcapil. Ia menilai terjadi tindakan
kontroversial dan perlakuan yang berbeda oleh masing-masing petugas KPPS.
"Saya duga karena KPPS isunya sebagian besar telah
dikondisikan saat rekruitmen lalu sebagai infiltrasi pendukung kosong satu
berkostum KPPS dan indikasi itu semakin kuat. Di mana pendukung 02 dilarang
memeilih walau telah membawa KTP ke TPS. Tapi, pemilih yang akan mencoblos
Paslon Kosong Satu dibiarkan bebas oleh Petugas KPPS tanpa dilakukan pengecekan
online asal domisili NIKnya. Yang semestinya semua Daftar Pemilih Khsus
tambahan ini harus membawa surat keterangan dari Dinas Dukcapil saat ingin
mencoblos ke tiap TPS yang ada," jelasnya, Kamis, 5 Desember 2024.
Ia menegaskan, apapun bentuknya, merampas atau menghalangi
hak memilih atau memanipulasi suara yang ada di TPS. Sudah sangat jelas
merupakan tindakan pidana.
"Dan kasus-kasus pemilih tambahan ini akan kami kawal
khusus setelah lapor masuk ke Bawaslu Kota Bima agar direkomendasi ke Gakumdu
sebagai bentuk pelanggaran Pidana yang terjadi di Pilkada Kota Bima,"
terangnya. (RED)